6.10.2012

Sekian Paragraf bersama Evan, founder Papercaptain.com

Evan Raditya Pratomo, seorang ilustrator muda dengan passion mendalam di bidang children illustration. Sebagai mahasiswa berumur 21 tahun, keputusannya membuat studionya sendiri bernama Papercaptain merupakan langkah yang visioner. Ia telah mendefinisikan dirinya untuk fokus di bidang itu sejak tahun lalu. Dan dalam kesempatan ini, saya sudah melakukan interview kepada anak kos yang selain pemenang 3 ilustrasi Nirmana Award, juga pernah mendapatkan netbook sebagai hadiah pemenang lomba ilustrasi dari Sour Sally di Surabaya. Oh iya, beberapa karya Evan juga sudah diterbitkan oleh beberapa penerbit seperti Penerbit Elex Media Komputindo.








Langsung saja masuk ke interview deh!

Halo Evan... saya panggilnya apa nih?

Evan saja hehe


Okey, bisa perkenalkan diri ke pembaca ilustresia? seperti biasalah... perkenalan, latar belakang kesibukan, etc...
Baiklah..halo nama saya Evan Raditya Pratomo. atau panggil saya Evan untuk lebih singkatnya. Saya adalah seorang mahasiswa semester 6 jurusan Visual Communication Design di Universitas Ciputra.. Surabaya. Belakangan ini jadwal saya dipadati dengan job freelance untuk ilustrasi buku cerita anak.


Baiklah Evan, saya sudah lihat beberapa karyamu dan sebagian besar ada di website Papercaptain.com, bisa dijelaskan nggak lebih dekat mengenai Papercaptain? 
papercaptain ini adalah studio ilustrasi yang khusus menangangi ilustrasi dengan tema dan gaya anak-anak. Papercaptain ini saya dirikan pada 5 Juni 2011. Akan tetapi Papercaptain bukanlah sebuah nama studio biasa.. Papercaptain juga adalah nama maskot dari studio saya sendiri. Dia adalah seorang anak kecil yang mengenakan setelan jas warna biru ala kondektur kereta api dan pekerjaannya adalah seorang tukang pos. Dia hidup di sebuah dunia yang saya imajinasikan.. yaitu Tanah Dongeng atau Storyland.






woow menarik sekali, di papercaptain sendiri sekarang sudah ada berapa orang?
di papercaptain hanya ada satu orang, yaitu saya sendiri. Sempat saya mengajak salah seorang teman namun ternyata meskipun sama-sama penyuka ilustrasi anak-anak, arahnya lain, jadi saya tetap sendiri hingga saat ini.


Baiklah. ada dua pertanyaan. Pertama, kenapa harus buku anak dan kedua, kenapa namanya Papercaptain dan dengan penampilan yg seperti kondektur kereta api namun sebenarnya tukang pos? ada alasan khusus?
Untuk yang pertama.. kenapa harus buku anak karena sebuah tugas yang saya terima di semester dua pada mata kuliah computer graphic. Pada waktu itu kami sedang belajar tentang digital coloring dan pada saat itu itu benar-benar pertama kalinya saya belajar mengenai hal ini. Tugas yang diberikan dosen saya adalah membuat buku cerita anak. Pada saat itu saya merasa "wow..apa itu?" 

Otak saya bagai jam antik. Semua gearnya saling berputar dan saya tidak tahu harus seperti apa. Pada akhirnya.. saya menemukan apa yang harus saya buat. Usut punya usut dan ternyata saya mendapat respon positif dari teman dan dosen saya. Semenjak saat itu saya mulai mengembangkan dan mempelajari seluk beluk ilustrasi anak-anak.

Mengenai nama papercaptain.. saya terinspirasi dari sebuah lagu dari Sky Sailing yang berjudul Captains of the Sky. Pada awal saya mendengarkan lagu-lagu Sky Sailing saya tidak menyadari kalau ada lagu tersebut. Apa yang bisa saya tangkap dari lagu tersebut adalah seorang yang sangat bahagia bermain di angkasa dan awan. Saya menderngarkan lagu ini berulang-ulang sambil memandang keluar jendela kamar saya dan melihat langit biru yang dihiasi awan kapas. 
Tiba-tiba saja.. sosok seorang elf yang terbang menaiki pesawat kertas melintas di benak saya dan saya dapat memabayangkan anak tersebut bermain-main di awan kemudian mengantarkan surat-surat. Saya membuat sketsa pertama Papercaptain dan dia berwujud orang dewasa.. bukan anak-anak. Kemudian saya hubungkan dengan passion saya dan saya menyulap dia menjadi anak kecil plus menghilangkan telinga runcing yang menjadi ciri khas elf.



Kalau kenapa tukang pos hmmm...saya juga kurang tahu karena saya spontan menggambar surat-surat disamping pesawat kertas pada sketsa awal saya. Jadi saya memutuskan kalau dia adalah tukang pos haha. Dan untuk baju ala kondektur kereta api.. saya memang sengaja karena saya menyukai gaya busana kondektur kereta api yang berciri khas topi panjangnya pada zaman Eropa pertengahan. Berkesan klasik dan "dongeng" menurut saya.




Harapan - Karya Evan Sebagai Juara 3 Kategori Ilustrasi Nirmana Award

wah, selain analogi jam antik yang hypnotizing itu, inspirasinya juga sangat bebas dan imajinatif ya... ini berkaitan dengan pertanyaan saya berikutnya... tapi sebelumnya, saya mau tanya dulu, sudah berapa lama menjadi ilustrator profesional dan sebenarnya dimulainya gimana sih?
Saya menjadi ilustrator pada akhir 2010. Pada awalnya saya hanya seseorang yang menyukai gambar-menggambar dan menguploadnya di deviantArt. Pada saat ini saya sudah menyukai ilustrasi anak-anak dan kebetulan ada seorang ilusstrator yang tertarik pada ilustrasi saya dan menawarkan kerja sama. Saya diminta membuat satu sample gambar. Karena ini yang pertama dan diluar ekspektasi saya maka saya mengerjakannya dengan sungguh-sungguh! Hasilnya? Ditolak hahahaha.

Pada saat itu gaya pewarnaan saya sangat pastel dan menurut beliau saya kurang berani dalam bermain warna. Padahal di Indonesia ini ilustrasi yang disukai oleh pasar adalah ilustrasi dengan warna-warna yang kuat. Dari sini saya berpikir ya sudahlah dan saya kembali ke keseharian saya yang selalu menggambar digital dan mencoba mencari style saya yang "sesungguhnya"

Suatu ketika -dari deviantArt pula saya mendapat tawaran ilustrasi lagi. Kali ini saya sudah memiliki style yang baru dan bukan menggunakan warna-warna pastel lagi. Saya baca briefnya dan saya buat dan puji Tuhan ample saya terpilih dari beberapa sample yang dibuat ilustrator lain. Disinilah akar segalanya.



lagi-lagi, saya terpaksa bilang wooow, sungguh proses yang cukup panjang dan tidak gampang! berarti, bisa dibilang kamu pun telah melewati proses jatuh-bangun dan "jungkir-balik" ya?
Bisa dibilang begitu. kalau jungkir baliknya saya lihat dari posisi saya sebagai anak kos. Dimana setiap harinya saya harus memikirkan mau makan apa kemudian belum membersihkan kamar atau mengerjakan tugas-tugas kampus dan susah mencari waktu senggang untuk diri saya sendiri. Saya bukanlah seorang yang sangat menggilai game.. namun saya suka menghabiskan waktu luang saya dengan bermain game bila sedang senggang dan itu selalu saya dapatkan ketika saya masih belum menjadi ilustrator. Saat ini waktu luang saya selalu saya gunakan untuk (Selain membuka jejaring sosial tentunya) mengerjakan freelance saya.. mencari refrensi ataupun mengeksplor gaya gambar.


ohh jadi kamu juga kos?
iya haha.
Sejak saya lahir hingga SMA saya berada di Kota Malang. Sebuah kota yang dingin dan nyaman. Pada saat memutuskan untuk memasuki bangku perkuliahan.. orang tua saya berkata bahwa saya harus kuliah diluar kota.. karena saya anak lelaki dan saya harus mandiri. Jadi saya kuliah di Surabaya. 

Meskipun ada famili yang berada di Surabaya.. orang tua tetap tidak ingin saya mengekor pada keluarga karena seperti alasan tadi.. jadi saya kos di Surabaya.....begitu ceritanya hehe



wahwah... jadi begitu... kalau sedikit off the record, memangnya dulu sob Evan pernah terpikir untuk kuliah dimana?
Di Universitas Kristen Petra dan Universitas Multimedia Nusantara


boleh tau alasannya?
Untuk Universitas Multimedia Nusantara atau UMN saya memilih ini karena mengikut teman. Yah pada masa-masa SMA dulu kan apa kata teman itu juga apa kata kita. Hingga orang tua menasihati saya agar tidak ikut-ikutan dan bisa saja saya menyesal suatu hari nanti. 

Kemudian untuk UKP hmmm menurut saya ini universitas yang paling banyak dipilih teman-teman saya juga jadinya saya mencoba tesnya dan diterima.Pada saat ini datanglah tawaran dari orang tua saya mengenai suatu universitas yang masih tergolong baru.

Setelah melalui malam yang panjang untuk berpikir akhirnya saya memutuskan memilih universitas ciputra karena sedikit teman saya yang memilih kampus ini. Saya ingin mencari suasana baru dan saya tidak begitu ingin merasakan suasana "SMA" pada kampus saya nanti hanya karena banyak teman-teman SMA





Favorite Winner of Earl's World Contest by Wenart Gunadi




 oke, lanjut pertanyaan berikutnya, menurut kamu, apa yg dibutuhkan untuk menjadi ilustrator profesional yg dalam hal ini buku anak? 
Untuk menjadi seorang ilustrator anak professional saya rasa sering-seringlah melihat refrensi, baik itu buku cerita anak, penulis, cara mendongng pada anak-anak, dongeng dan bahkan mempelajari ilmu psikologi anak. 

Untuk cara mendongeng dan psikologi anak, memang tidak kita gunakan secara langsung pada prakteknya, namun ingat, kita disini berkarya untuk anak-anak. Kita harus mengetahui bagaimana kondisi kejiwaan anak-anak dan apa yang ada pada pandangan mereka. 



ooh, berarti menurut Evan, bisa dibilang, kita sebagai ilustrator tetap harus menghayati/ ikut merasakan kesenangan ataupun atensi dari sudut pandang anak-anak ya...


lalu untuk referensi yang kamu maksud, kamu sendiri mendapatkan referensi dari mana dan siapa saja tuh?


Iya kira-kira begitu. Refrensi saya kebanyakan dari buku-buku cerita yang beredar di pasaran, juga dari ilustrasi-ilustrasi yang saya dapatkan melaui internet. 

Perpustakaan kampus saya sangat membantu untuk refrensi non-buku cerita anak. Seperti buku psikologi yg saya sebutkan sebelumnya. Salah satu refrensi favorit saya adalah sebuah buku tentang kisah seluk beluk studio ghibli. Darisana saya belajar banyak sekali.



baik... kalau itu tentang inspirasi visual lalu bagaimana dengan inspirasi cerita?
Saya biasanya memulainya dari hal-hal yg saya sukai. Misalnya saya suka alam dan awan. Maka darisitu saya ingin membuat
storybook yang nuansa pemandangannya harus kuat di dua hal tersebut. Kemudian karena alam berarti identik dengan hutan.

Nah didalam hutan biasanya kalau kita sebagai anak-anak mengimajinasikannya sebagai apa? tempat tinggal para smurf?
dunia peri? atau ada ibu hutan hidup disana?


Biasanya saya mulai brainstorming dari hal-hal yang menjadi interest saya dan salah satunya yang saya sebutkan diatas. Saya sempat menyukai kisah2 legenda yunani atau norse dan dari sana bisa dibuat sebuah dongeng yang mengambil unsur2 budaya
asli mereka namun tidak membuang inti cerita. Misal cerita andromeda dari Yunani.


Andromeda identik dengan pengorbanan dan rantai. Maka seandainya saya membuat sebuah cerita yang based on Andromeda maka dua unsur tersebut harus ada.. namun bila penokohannya dirubah atau diapa2kan terserah kita yang penting tidak membuang
unsur utamanya. Salah satu yang sukses adalah Tangled oleh Disney. Juga banyak kisah2 dongeng "modifikasi" oleh Disney seperti Princess and the frog dan masih banyak lagi.


Tapi diluar semua itu tetap perlu bagi kita untuk melihat-lihat refrensi lain. Baik itu refrensi ilustrasi anak2..penulis anak terkenal yang melegenda dan pasaran buku anak yang beredar saat ini seperti apa. Jadi disana kita bisa melihat melihat celah yang mungkin belum dimasuki oleh penulis lain namun bisa kita masuki.


terakhir, bagaimana pendapat kamu tentang ilustrasi khas Indonesia? apakah itu ada? atau seperti apa sih? pokoknya pandangan kamu mengenai itu deh...
mungkin lebih mengarah ke comic strip yang menyinggung masalah sosi budaya. Salah satu favorit saya adalah Panji Koming.


dari segi ilustrasi dan gaya penceritaannya sangat menarik dan untuk saat ini yang dibutuhkan oleh Bangsa kita adalah komik atau ilustrasi yang seperti ini.


Panji Koming ya... ada lagi kira2?
sukribo dan mice cartoon haha


berarti untuk ilustrasi sendiri?
iya seperti itu


oke... terakhir, ada pesan nggak buat penggiat ilustrasi di indonesia?
salah satu quote yang selalu menguatkanku disaat aku terpuruk "Kamu bertarung untuk duniamu sendiri.. lalu apa yang kamu takutkan?"


Inspiratif... bahwa tidak perlu takut untuk menjadi "sendiri". So... makasih banget yah buat waktu dan share-nya sob evan... senang bisa ngobrol2... : )
haha aku jg makasih  cheers!





6.05.2012

Dibalik "Bermain Kreasi" Nirmana Award

Saya rasa, tentang Nirmana Award sendiri tidak perlu saya jelaskan lagi mengingat eksistensinya  – selain memang bisa langsung dilihat di official website-nya   juga telah sempat saya review di posting sebelumnya. Berikut merupakan karya  ehem  saya yang lagi-lagi seperti di postingan saya sebelumnya, merupakan hasil dari sebuah aplikasi konsep man jadda wa jadaa sebagai pemenang Trophy Gold Nirmana Award 2012 kategori Ilustrasi dan Best of the Best Nirmana Award 2012.


Pada kesempatan ini, saya bermaksud men-share proses dibalik pembuatan karya ini yang juga telah direpresentasikan sebagai tugas mata kuliah Filsafat Desain mengenai interpretasi karya seni berkaitan dengan Hermeneutika. Namun saya mengkerucutkan proses apresiasi seperti yang dipaparkan oleh Edmund Feldman, yakni dimulai dengan Deskripsi, Analisis Formal, Interpretasi serta Evaluasi

DESKRIPSI

Berikut ini merupakan Konsep/narasi karya:

“Ketika berbicara mengenai kreasi, tentunya berbicara mengenai sebuah karya cipta dari manusia ataupun masyarakat tertentu. Dan disini kita berbicara tentang Indonesia.

Saya tidak perlu menjelaskan tentang betapa warna-warninya Nusantara yang dikenal dengan ke-Bhinneka Tunggal Ika-annya ini. Kita semua tahu itu. Namun kita juga pasti tahu tentang bagaimana kreasi-bukan-Indonesia telah mempengaruhi unsur termuda namun terkuat dari sebuah bangsa yang dalam hal ini Indonesia, yakni mereka, sang generasi muda.
Pupuk sebagai "suplemen" hanya dapat berpengaruh secara optimal ketika tanaman sedang dalam proses tumbuh.  Anak Indonesia seharusnya diberikan "suplemen" yang akan memupuk kreativitas, daya saing berkompetisi dan pastinya identitas yang sebenarnya kental bahkan mahal dari kreasi bangsa sendiri. Namun sayangnya, permainan-permainan khas Indonesia, sebagai kreasi autentik negeri, yang sebenarnya memenuhi kriteria-kriteria adiluhung tersebut malah "digencet " oleh serangan kreator-kreator asing tanpa pembela.
Daripada melihat anak-anak sedang bermain kelereng  atau membidik sasaran dengan ketapel di teriknya matahari dengan bersahaja, kini lebih banyak riuh bahkan rusuhnya anak sekolah yang bermain game di warung internet ataupun "warung konsol". Jika dahulu seorang anak giat berlatih dalam mempertahankan keseimbangan gasing ataupun yoyo, kini mereka lebih handal dalam menghafal "cheat" pada game tertentu. Dan jika anak-anak generasi lalu gemar berimajinasi dan berkreatifitas dengan hal apapun yang ada di sekitar, generasi penerus kini lebih sering memandangi layar dengan konten yang mungkin juga imajinatif, tapi pada dasarnya tidak lebih dari dipaksa mencintai kreasi luar.
Karena itulah saya berusaha memunculkan lagi mainan-mainan Indonesia sebagai kreasi asli Indonesia yang sudah sepatutnya dikenal dan tentunya dilestarikan generasi muda sebagai individu-individu yang akan "menopang" Indonesia. Mainan Indonesia tidak semestinya hanya menjadi masa lalu bagi generasi yang memang pernah memainkannya, tapi dengan kontribusi dari semua pihak dan dalam hal ini para desainer, diharapkan mainan Indonesia bahkan dapat menjadi kreasi masa depan.
Memang, teknologi sudah sepatutnya berkembang dan wawasan global mutlak diperlukan. Tapi apalah arti sebuah globalitas tanpa personalitas.”

Selain itu, berikut merupakan presentation board yang memuat proses pembuatan karya ilustrasi ini:
Secara deksriptif, ilustrasi ini diawali dengan riset visual mengenai mainan Indonesia. Dimulai dengan penggambaran sketsa mainan, yang kemudian diaplikasikan masih dengan sketsa ke karakter anak-anak yang sedang berinteraksi dengan mainan-mainan tersebut dengan ekspresi ceria. Dilanjutkan dengan proses pewarnaan secara diigtal setelah sketsa final berhasil dibuat. Anak kecil ini terlihat berbadan kurus dan panjang, sambil mengenakan sarung di lehernya menyerupai jubah, mengenakan kain batik di pinggangnya, memakai topeng Indonesia bernama Batara Kala yang asalnya dari Madura. Kemudian juga menunggangi kuda “jaranan”, mengenakan semacam sarung tangan, membawa beberapa mainan seperti senapan pletok, pistol angin/ bedil-bedilan, ketapel, dan terlihat seperti melompat dari kendaraan mainan mobil dari jeruk, menuju hamparan mainan tersebar di antara awan-awan langit yang terdiri dari gasing, layang-layang, kelereng, yoyo, dan mainan helikopter bernama sreng-sreng.

Dengan warna-warni cenderung pastel, terlihat cahaya kekuningan di bagian wajah karakter seakan bersumber dari langit yang juga menjingga. Sementara bayangan kebiruan juga mewarnai sisi bayangan karakter.

Ilustrasi ini hadir dengan target audiens orang dewasa, namun sebagai ilustrasi dengan unsur kekanak-kanakan juga dapat dinikmati oleh anak-anak.

ANALISIS FORMAL

Secara komposisi, karya ini terlihat memberikan keseimbangan antara pojok kanan atas yang diisi dengan karakter anak kecil dan sebelah kiri bawah yang disandingkan dengan gasing. Begitupula dengan penempatan awan di sebelah kanan bawah dan kiri atas. Komposisi karya ini seperti menyerupai huruf X. Keseimbangan warna juga berusaha dikejar dengan cahaya-cahaya kekuningan dan kebiruan. Prinsip perbandingan dilakukan untuk memberikan kesan imajinatif dengan menempatkan benda yang besar di antara benda-benda lain yang kecil ataupun sengaja diperkecil.

Proporsi tubuh dibuat dengan perspektif yang cenderung distorsi sehingga membuat tangannya terlihat lebih panjang. Dengan ekspresi tersenyum ceria dan kulit agak coklat, berusaha merepresentasikan keceriaan anak Indonesia dengan identitas kulit yang sawo matang namun tetap bersahaja bermain di teriknya matahari. Sementara sarung dan kain batik yang berkibar ke atas menunjukkan posisinya yang seakan terbang. Didukung dengan posisi mainan yang tidak frontal sehingga mendukung kesan pergerakan yang dinamis.

INTERPRETASI

Karya ilustrasi berjudul “Mainanku Kreasiku” ini berusaha menempatkan diri ataupun mencari posisi terbaik dalam konteks “Warna Kreasi Indonesia” sebagai tema utama kompetisi. Kreator yang sudah mendefinisikan arti kata “kreasi”, telah melakukan penggalian ide mengenai kreasi-kreasi apa saja yang dimiliki oleh Indonesia. Namun jika melihat ke narasi karya, dapat dilihat bahwa ada nilai tertentu yang ingin disampaikan setelah pencarian ide tentang kreasi telah terdata. Bahwa kreator ingin mengangkat sebuah kreasi yang dapat berhubungan langsung dengan masyarakat, berhubungan secara massal dengan gaya ataupun pola hidup manusia-manusia di Indonesia. Merekalah generasi muda, generasi yang tidak perlu diragukan lagi merupakan generasi yang selalu akan ada, yang selalu dielu-elukan baik oleh “generator” peradaban Indonesia – Bung Karno, ataupun bagi pemimpin umat terbesar di dunia, yakni Muhammad.

Peran generasi muda akan sangat signifikan ketika mereka telah dewasa. Namun yang tidak kalah penting lagi adalah proses menuju kedewasaan tersebut. Dan pertanyaannya, apakah proses tadi telah berjalan sebagaimana mestinya mengingat betapa Indonesia merupakan negara yang walaupun telah merdeka, masih tetap “diperebutkan” oleh pihak asing sebagai sasaran empuk “penjajahan” dengan serangan-serangan yang pelan tapi pasti dari produk-produk, hiburan hingga kebudayaan mereka?.

Untuk itulah kreator berusaha mengemas nilai tersebut dengan perumpamaan terlampir, yakni:

“Pupuk sebagai "suplemen" hanya dapat berpengaruh secara optimal ketika tanaman sedang dalam proses tumbuh. Anak Indonesia seharusnya diberikan "suplemen" yang akan memupuk kreativitas, daya saing berkompetisi dan pastinya identitas yang sebenarnya kental bahkan mahal dari kreasi bangsa sendiri.”

Bahwa sejatinya, yang paling penting justru adalah proses itu sendiri. Karena, seperti yang diuraikan pada narasi, tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar anak-anak hari ini terbiasa bersenang-senang dengan media-media digital baik fisik dan nonfisik, tanpa diwarnai dengan keceriaan interaksi di luar rumah ataupun pembelajaran tersirat mengenai nilai kerjasama dan berkompetisi dari mainan dan permainan tradisional yang dianggap konvensional.

Tidak hanya itu, kreativitas yang merupakan sebuah ‘produk’ dari keterbatasan, merupakan nilai yang tidak kalah pentingnya untuk diinterpretasikan. Bahwa dengan keterbatasan tadi, seorang anak akan berusaha menciptakan kesenangannya sendiri dari hal apapun yang ia temukan. Disitulah imajinasi ikut terasah dan konsep “Mensyukuri apa yang saya punya” terkuasai. Karena itulah kreator memperlihatkan sarung tangan yang sebenarnya merupakan kap lampu bohlam – yang dianggap tidak lebih dari sampah – seringkali dimainkan oleh anak-anak di masa lalu. Imajinasi membawa mereka ke tokoh-tokoh yang ia suka seperti polisi ataupun pahlawan super. Sama halnya seperti sarung yang ia kenakan di leher yang membuatnya merasa bisa terbang, kuda-kudaan ataupun kendaraan mainan – yang selain membuat mereka ingin bebas ‘bergerak’ – juga memunculkan hasrat dan ambisi untuk mencapai kebanggaan tertentu. Pun senjata-senjata mainan yang membuatnya merasakan karisma sebagai “tokoh utama” yang bertugas membasmi kejahatan, lengkap dengan topeng dan atribut batik khas Indonesia – yang tanpa disadari menumbuhkan romantisme intim dengan cita rasa Indonesia.

Secara tidak langsung, mainan-mainan inipun mewakili berbagai gaya hidup serta nilai-nilai tertentu. Selain mainan-mainan sebagai senjata yang tentunya mengajarkan nilai tersirat mengenai kebaikan dan kejahatan, terdapat pula atribut lain seperti sarung yang mewakili kesadaran dan “keikhlasan” seorang anak dalam beribadah, topeng dan jaranan sebagai citra dari ketertarikan seorang anak akan seni dan budaya Indonesia, gasing, layang-layang dan yoyo yang mengajarkan arti keseimbangan dan ketelatenan, hingga barang-barang seperti kendaraan dari kulit jeruk bali yang memberi makna utama dan nilai terpenting dari sebuah proses berkarya dan memiliki korelasi maksimal terhadap ajang apresiasi event ini, yakni kreativitas.

Lebih jauh lagi, karya ilustrasi ini juga bermaksud mencolek kerinduan target audiens terhadap masa lalu, khususnya direpresentasikan oleh helikopter sreng-sreng yang memiliki karakter wajah yang – entah siapa desainernya – juga muncul di kapal otok-otok yang digerakkan dengan lilin. Sehingga memunculkan simpati dan kerendahan hati mengingat audiens yang pernah merasakan mainan-mainan tersebut telah dewasa dan hampir tidak pernah bertemu dengan kesederhanaan yang begitu manis dari mainan-mainan otentik yang etik nan estetik ini.

EVALUASI

Karya ilustrasi ini memiliki konsep yang begitu luas dan terarah bahkan terperinci, dengan eksekusi yang komprehensif. Namun jika dilihat sebagai suatu karya ilustrasi ataupun mungkin lukisan yang berdiri sendiri, masih ada kekurangan kecil secara teknis seperti detail yang masih bisa dimaksimalkan lagi, serta dapat saja kreator bermain-main lebih liar dan imajinatif, seperti misalnya mobil dari jeruk bali bisa diperlihatkan diterbangkan oleh layang-layang dengan mekanisme tertentu.

3.13.2012

Nirmana Award: Tak Senirmana Namanya

Ruang yang Masih Sepi
Sepertinya, roadshow yang baru saja dilangsungkan beberapa belas jam lalu cukup memancing memori otak saya mengenai brand activation yang pernah dilakukan saat pertamakalinya saya mendapatkan flyer open-admission kontes desain Gantibaju.com. Yaitu usai mengikuti Talkshow mengenai Branding di salah satu tempat makan di Blok M oleh mahasiswa DKV Universitas Tarumanegara liburan lalu. Sebagai sebuah gerai online yang baru berumur 2 tahun, langkah gantibaju.com memperkenalkan Nirwana Award dapat dikatakan cukup jauh, bisa jadi ini bukan sekedar melangkah namun lompatan. Ia pula yang menginspirasi saya saat merancang tampilan muka web Mukaku saat mata kuliah Ergodesain dulu.


Singkat cerita, sempat pada suatu saat, terdapat masa dimana saya merasa betapa sebagai mahasiswa desain, jarang sekali saya rasakan atmosfir persaingan-antar-institusi-desain yang jika di masa sekolah dulu, saya anggap sebagai sesuatu yang bahasa kekiniannya: sangat high culture. Saya baru sadar bahwa bahwa saya pernah ingin masuk ke dalam jejaring kompetisi-kompetisi tersebut, dan tiba-tiba saja, waktu telah mencapai setengah masa perkuliahan dan saya tahu bahwa saya harus meneruskan keinginan itu sebelum terlambat.


Untuk itulah, setelah sempat kecewa menyadari betapa tidak ada satupun mahasiswa ITS yang disebutkan namanya dalam Caraka Festival, saya pun mulai merubah mindset-dalam-browsing saya menjadi yang dirasa lebih bermanfaat. Hingga disitulah saya menemukan beberapa award ataupun kontes yang telah saya masukkan ke dalam resolusi saya tahun ini. Ya, Nirmana Award yang saat itu masih Coming-soon adalah salah satunya.


Saya si rompi Coklat :P
Pucuk dicinta ulam tiba, akhirnya pihak Nirmana Award mendatangi kampus kami, tepatnya di ruang Audio Visual Studio 103 Despro, dan – walau diselingi sedikit insiden di mata kuliah Metode Riset  dengan cepat kami langsung mendatangi ruangan seperti semut yang mencium bau gula. Beberapa orang yang cukup-inspiratif telah mewarnai ruangan yang tidak terlalu besar jika diasumsikan sebagai sebuah auditorium itu. Dimulai dari founder gantibaju.com, Anang Pradipta dengan presentasi-motivasionalnya mengenai Agent of Return-nya, lalu Pak Tulus Jaya dengan materi-diferen-nya tentang kertas, dan terakhir, walau  dengan konsep hape-terjelek-nya dan ideologi jangan-mau-dibayar-nol-rupiah-nya yang menurut saya kurang relevan, mas Febry pun tampil dengan slide ADGI Surabaya Chapter-nya yang desainnya bagus. Tapi tenang saja, ini tidak mengubah niat saya untuk menjadi member kok. Oh iya, dan last but not least Pak Ramok sebagai Moderator, juga sebagai yang menurut saya lebih tepat menjadi speaker dari ADGI. (Yes, with offense, hehe :P)


Pada intinya, event atau ajang apresiasi desainer muda bertajuk "Warna Kreasi Indonesia" ini hendak "mengangkat derajat" para desainer, khususnya yang masih muda untuk dapat menghargai karyanya dan dapat struggling di tengah lautan komoditas. Adapun Kompetisi ini dibagi menjadi beberapa lini, yaitu:


  • Ilustrasi
  • Digital Imaging
  • Tipografi
  • Motion Graphic
  • Comic Strip
  • Desain Kaos


Call for Entry dapat dilakukan hingga 29 April, lalu dilanjutkan Public Vote hingga 24 Mei, Pameran Karya dan Offline Public Vote selama seminggu hingga 27 Mei, dan awarding night di mall favorit saya yang merebut hati... , maksud saya, mata saya sejak awal memandangnya, fX Lifestyle X'nter di tanggal 26 Mei :)


Ayo ikutan, dan daripada bilang "Banzai", atau "Ciayo" yang udah jadul itu, lebih baik sama-sama bilang, "Man Jadda Wa Jadaa!" ^^


Sponsorship-kit untuk peserta


Tentang Tjahjono Abdi – Kata Siapa Desainer Bukan Seniman


Yogyakarta, satu kota yang selalu produktif "menempa" pekerja  bahkan pemikir  kreatif, pernah memiliki seorang Tjahjono Abdi. Seorang individualis yang seringkali  sambil terdengar musik Beethoven  terlihat sedang menggoreskan kuasnya membentuk lukisan abstrak ekspresionis dari balik pintu lewat lubang kunci kamarnya saat masih menjadi "murid" di Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) di tahun '72.
Karena ketidakpuasannya terhadap sistem pendidikan yang menurutnya tidak signifikan, Ia yang sempat melanjutkan studinya di LPKJ alias IKJ, meninggalkannya untuk kemudian bekerja di biro-biro reklame di Jakarta saat itu, yang dengan supelnya menggarap projek-projek advertising hingga ditemukanlah sebuah kunci untuknya memasuki pintu dunia desain, yang berlanjut saat ia bekerja menjadi Visualizer di biro periklanan daerah Tanah Abang, Matari  .
Selain mendirikan studio desain grafis Citra Indonesia, pria kelahiran tahun 1952 ini pernah duduk di seksi publikasi dalam menangani publikasi pameran IPGI, cikal bakal berdirinya ADGI. Hingga disitulah ia berhasil membranding dirinya sebagai seorang desainer, dengan segala pengertiannya.
Sebelum akhirnya wafat pada tahun 2005, Tjahjono telah mendapatkan beberapa penghargaan seperti Certificate of Excellent dari Clio Award, kemudian dari Mitshusita–National Award untuk design kalender, 10 design poster terbaik Lomba Poster Perdamaian International UNESCO, Finalist Award dari New York Advertising Festival, serta 10 karya terbaik lomba re-design logo ASEAN (tidak ada pemenangnya, jadi hadiah dibagi ke 10 karya terbaik). Selama di Matari Advertising, ia juga telah beberapa kali memenangkan lomba iklan Citra Pariwara.

Pada akhirnya, dapat disimpulkan betapa estetika visual tak dapat dipisahkan dari sebuah makna perancangan. Seperti halnya Teori Plato tentang Bumi-Datar yang 37 tahun kemudian dipatahkan oleh Aristoteles, saya rasa, diferensiasi seniman dan desainer hanya berhubungan dengan kepentingan-kepentingan tertentu, yang masih merupakan sebuah mitos yang akan terus berkembang. Karena "mengkotak-kotakkan" hanyalah sebuah "produk" modernitas. 

3.06.2012

Secuil Inspirasi dari Mayumi Haryoto

Entah kenapa, namanya langsung terbersit saat pertama saya memikirkan artikel apa yang harus saya susun sebagai artikel pertama. Sejujurnya, saya masih belum mendapatkan insight spesifik terhadap ilustrator blasteran Indonesia - Jepang ini, namun sepertinya, sebagai juri lomba Poster L.A. Lights Campus Edutainment yang pernah saya ikuti, privileges-nya untuk memilih orang lain sebagai pemenang terus menghantui alam bawah sadar saya untuk dapat menjadi sepertinya. Alasannya sederhana, karena kesamaan kami untuk tidak mengambil jenjang studi yang sama dengan teman-teman kami saat lulus SMA.

Menuju ke topik, ia telah mengembangkan sayapnya sejak umur 19 tahun, yaitu sejak ia lulus SMA dan mengikuti course Digital Studio di Jakarta.  Wanita kelahiran 1983 ini sempat meniti karir menjadi art director di sebuah advertising agency, lalu terlibat di film productionsvideo game, sampai record label, akhirnya Mayumi memfokuskan diri pada skill ilustrasinya yang dinilai memiliki style unik. Apalagi setelah memenangkan Best Album Cover AIMA 2009 di Malaysia untuk cover album SORE ‘Centralismo’, nama Mayumi semakin dikenal di dunia kreatif. Ia juga mendesain cover untuk album Ape on the Roof,Tika’s Defrosted Love Songs, dan poster film Pintu Terlarang, selain juga sesekali mendesain cover untuk majalah Concept dan menjadi pembicara seminar desain.
Mayumi juga memiliki website pribadi yang dapat di lihat di  http://mayumiharyoto.com/ juga portfolio online di Behance Network: http://www.behance.net/mayumiharyoto. Wah, sepertinya saya harus cepat-cepat Follow atau nge-add profilenya sebagai inner circle. SIapa yang tahu kalau diterima. Hehe...