3.13.2012

Tentang Tjahjono Abdi – Kata Siapa Desainer Bukan Seniman


Yogyakarta, satu kota yang selalu produktif "menempa" pekerja  bahkan pemikir  kreatif, pernah memiliki seorang Tjahjono Abdi. Seorang individualis yang seringkali  sambil terdengar musik Beethoven  terlihat sedang menggoreskan kuasnya membentuk lukisan abstrak ekspresionis dari balik pintu lewat lubang kunci kamarnya saat masih menjadi "murid" di Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) di tahun '72.
Karena ketidakpuasannya terhadap sistem pendidikan yang menurutnya tidak signifikan, Ia yang sempat melanjutkan studinya di LPKJ alias IKJ, meninggalkannya untuk kemudian bekerja di biro-biro reklame di Jakarta saat itu, yang dengan supelnya menggarap projek-projek advertising hingga ditemukanlah sebuah kunci untuknya memasuki pintu dunia desain, yang berlanjut saat ia bekerja menjadi Visualizer di biro periklanan daerah Tanah Abang, Matari  .
Selain mendirikan studio desain grafis Citra Indonesia, pria kelahiran tahun 1952 ini pernah duduk di seksi publikasi dalam menangani publikasi pameran IPGI, cikal bakal berdirinya ADGI. Hingga disitulah ia berhasil membranding dirinya sebagai seorang desainer, dengan segala pengertiannya.
Sebelum akhirnya wafat pada tahun 2005, Tjahjono telah mendapatkan beberapa penghargaan seperti Certificate of Excellent dari Clio Award, kemudian dari Mitshusita–National Award untuk design kalender, 10 design poster terbaik Lomba Poster Perdamaian International UNESCO, Finalist Award dari New York Advertising Festival, serta 10 karya terbaik lomba re-design logo ASEAN (tidak ada pemenangnya, jadi hadiah dibagi ke 10 karya terbaik). Selama di Matari Advertising, ia juga telah beberapa kali memenangkan lomba iklan Citra Pariwara.

Pada akhirnya, dapat disimpulkan betapa estetika visual tak dapat dipisahkan dari sebuah makna perancangan. Seperti halnya Teori Plato tentang Bumi-Datar yang 37 tahun kemudian dipatahkan oleh Aristoteles, saya rasa, diferensiasi seniman dan desainer hanya berhubungan dengan kepentingan-kepentingan tertentu, yang masih merupakan sebuah mitos yang akan terus berkembang. Karena "mengkotak-kotakkan" hanyalah sebuah "produk" modernitas. 


GALERIAL
Arsip DGI: Ilustrasi Poster Lingkungan Hidup 

Arsip DGI: Ilustrasi sampul katalog pergelaran Guruh Soekarnoputra/Swara Maharddhika “Cinta Indonesia”, 1984 

1 komentar: